Memahami Lebih Jauh Tentang Kasta di Bali

Walaupun konon Agama Hindu di Bali berasal dari India, Namun pada kenyataannya banyak hal yang berbeda dari sisi pelaksanaannya seperti tentang sistem Kasta di Bali.

Banyak yang beranggapan bahwa penerapan sistem kasta ini adalah suatu kesalahan pemahaman atau salah tafsir dari apa yang di tuliskan di dalam kitab suci Hindu yaitu Veda.

Didalam Veda dikenal dengan nama Catur Warna yang artinya 4 pengelompokan masyarakat berdasarkan keahlian atau skill yang dimiliki.

Ini Makna Canang atau Sesajen Yang Sering Kita Lihat di Bali

tentang kasta di bali
Foto By: Arta Heaven

Jenis-jenis Kasta di Bali

Dikutif dari Wikipedia.com Sistem kasta di Bali tidak serumit yang ada di India, kita hanya mengenal empat jenis Kasta yaitu:

  • Brahmana
    Kasta ini diberikan kepada mereka yang ahli dalam bidang keagamaan seperti Pendeta, pemangku dan juga mereka yang memahami tentang sesajen di Bali. Dan dalam nama mereka akan diberi gelar Ida bagus (laki-laki) dan Ida Ayu (perempuan)
  • Ksatriya
    Mereka yang mampu dan pintar dalam bidang ketatanegaraan, jaman dulu tentu mahir dalam bidang tatanan kerajaan. Termasuk juga prajurit dan abdi negara. Mungkin kalau saat ini orang yang duduk sebagai pejabat pemerintahan, polisi dan tentara yang berhak mendapatkan gelar kasta ksatra ini. Dan gelar namanya adalah Anak Agung.
  • Wesya
    Ini diberikan untuk mereka yang mempunyai keahlian di bidang perdagangan dan bisnis. Dan dalam namanya akan mendapat gelar Gusti Bagus dan Gusti Ayu.
  • Sudra
    Ini adalah Kasta untuk para petani, buruh dan pekerja. Dan mayoritas dari masyarakat Hindu di Bali adalah kalangan Sudra. Disinilah kita sering menemukan nama Wayan/Putu, Made, Nyoman dan Ketut.

Pada kenyataannya saat ini sistem kasta  di Bali tidak lagi berlaku sesuai fungsinya, melainkan sudah nyata diberlakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Artinya fungsi catur warna ini sudah tidak sesuai lagi dengan fungsi awalnya.

Baca Juga: Tujuan dan Makna Upacara Potong Gigi di Bali

Penerapan Sistem Kasta dalam kehidupan Masyarakat

Pada prinsipnya praktek penerapan sistem kasta ini bisa kita lihat dari tutur bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Perlu diketahui dalam bahasa Bali dibagi menjadi 3 bagian yaitu bahasa alus, biasa dan kasar. Dalam pemakaian tingkatan bahasa inilah kita bisa lihat hal mencolok dari penerapan sistem Kasta di Bali.

Mereka yang berasal dari kasta lebih rendah wajib melakukan komunikasi menggunakan bahasa alus dengan orang dari kasta yang lebih tinggi. Dalam hal ini Kasta Brahmana merupakan yang paling tinggi diikuti dengan Ksatrya, Wesya dan Sudra.

Tidak hanya bahasa, mimik dan gerak tubuh juga tentunya akan mengikuti bentuk penghormatan didalam kehidupan sehari-hari. Intinya menghormati kasta yang lebih tinggi ini wajib dilakukan. Dan ini sangat diberlakukan pada zaman kerajaan dahulu.

Namun seiring perkembangan zaman dan pendidikan, hal ini sangat berpengaruh besar untuk perubahan yang terjadi saat ini. Mungkin generasi sekarang merasa jauh lebih nyaman menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga perbedaan dalam sistem Kasta tidak terlalu tampak saat ini. Walaupun saling hormat menghormati adalah suatu hal yang wajib kita lakukan antar sesama manusia.

Begitu juga dalam pekerjaan sehari-hari, fungsi sistem kasta sudah tidak berlaku lagi. Tidak ada lagi pengelompokan pekerjaan berdasarkan Kasta. Mereka dari kasta paling bawahpun masih berhak menjadi seorang pemimpin dan juga sudah hal yang biasa seorang dari kasta Brahmana menjadi staf bawahan di dalam pekerjaan.

Tetapi untuk kaitan dengan hal keagamaan, mayoritas “sulinggih” atau Pendeta Hindu berasal dari kasta Brahmana. Walaupun tidak mutlak yang artinya masih ada juga dari golongan kasta di bawahnya.

Baca juga: Desa Trunyan Yang Unik dan Seram

Dampak kehidupan Sosial Dengan Adanya Kasta di Bali

Secara umum adanya sistem Kasta ini tidak banyak berpengaruh didalam tatanan kehidupan masyarakat setempat.

Satu hal penting yang paling berpengaruh atas adanya sistem kasta di Bali ini yaitu perkawinan beda kasta. Jaman dulu hal ini adalah satu hal yang dilarang, walaupun tentu juga ada beberapa kasus pelanggaran pada masa itu. Walaupun tidak diberlakukan sangsi secara hukum pemerintahan.

Kembali lagi ke masa saat ini, perkawinan lebih diutamakan atas dasar saling mencintai. Dan larangan  tersebut sudah tidak lazim lagi. Perkawinan beda Kasta di Bali sudah menjadi hal yang biasa, namun ada satu konskwensi yang harus diikuti.

Dalam hal generasi kehidupan, masyarakat Bali menggunakan sistem “Purusa” artinya laki-laki yang memegang garis keturunan generasinya. Maka dari itu jika terjadi pernikahan maka si perempuan akan masuk ke keluarga laki-laki.  Dan ini akan terkait erat dengan “sangsi” perkawinan beda kasta.

Ketentuannya yaitu kasta perempuan juga akan mengikuti kasta suaminya. Dan jika istrinya berasal dari kasta yang lebih tinggi tentu “status kastanya” juga akan turun. Begitupun dengan “gelar kastanya. Dan juga berlaku sebaliknya, jika dari kasta yang lebih rendah akan menjadi “status” yang lebih tinggi. Namun tidak serta merta “gelar” kastanya akan sama dengan yang diatas seperti Ida Ayu atau Gusti Ayu, melainkan untuk si perempuan akan di beri gelar “Jero”. Misalnya perempuan dari kasta Sudra menikah dengan kasta Brahmana, namanya akan menjadi “Jero Wayan” atau “Jero Made” atau “Jero ….” sesuai nama aslinya.

Untuk hal lain sistem kasta di Bali tidak memprlihatkan suatu hal yang signifikan dalam kehidupan sosial masyarakatnya.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Babat Habis Sektor Pariwisata Bali

Kesimpulan

Kasta merupakan tradisi warisan dari yang masih berlaku dari generasi ke generasi. Namun kasta di Bali tidak mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat saat ini. Kasta hanya bisa berubah untuk perempuan yang menikah dengan kasta yang berbeda dan akan mengikuti suaminya.


Mungkin yang dicari: