Desa Trunyan Bali Dengan Tradisi Makam Unik dan Menakutkan

Desa Trunyan adalah sebuah desa yang memiliki tradisi pemakaman unik di Bali. Merupakan salah satu desa Bali Aga (mereka yang nenek moyang atau leluhurnya asli orang Bali), yang berada di lereng bukit dan sudut terpencil tepi danau Batur, Kintamani.

Desa Trunyan Bali

Tradisi unik yang membuat desa Trunyan menjadi terkenal yaitu prosesi pemakaman jenasah dengan cara di letakkan atau ditidurkan begitu saja, tidak dikubur ke dalam tanah. Mereka hanya membatasi dengan pagar bambu yang dikenal dengan nama “ancak saji”.

Hal aneh yang benar-benar susah di cerna akal sehat adalah, kita tidak mencium bau busuk dikuburan desa trunyan. Tengkorak-tengkorak yang tidak terurai, di tata rapi dan diletakan di tempat yang sudah ditentukan.

Konon dari informasi masyarakat setempat, bau yang timbul oleh pembusukan jenasah disana di netralisir oleh pohon besar  yang ada di sana, dikenal dengan nama pohon Taru Menyan. Diperkirakan dari pohon inilah sumber nama desa Trunyan.

| Baca juga: Tempat wisata Bali yang sedang hit’s

Sejarah Nama Desa Trunyan Bali

Sebelum kita menyimak lebih lanjut tentang desa yang merupakan salah satu objek wisata “horor” di Bali ini, ada baiknya kita sedikit tahu tentang sejarahnya.

Seperti disinggung dipembukaan tadi, asal mula nama desa ini berasal dari sebuah pohon besar yang ada di tengah kuburan setempat. Konon pohon besar yang dikenal sebagai pohon Taru ini memancarkan aroma yang sangat wangi sehingga tercium sampai ke jawa tengah.

Karena wanginya ini mengudang niat dari keluarga Kerajaan Surakarta sampai datang ke desa trunyan. Dan mendirikan kerajaan kecil disana. Untuk menghindari sabotase dari pihak lain diperintahkanlah untuk meletakan mayat orang sudah meninggal di bawah pohon, sehingga tidak ada orang lain yang tertarik untuk datang ke tempat ini.

Karena saking wanginya pohon taru ini, maka diberi nama pohon Taru Menyan yang artinya pohon taru yang wangi. Dari sinilah asal muasal nama Desa Trunyan.

| Ini makna canang atau sesajen yang sering kita lihat di Bali.

“Mepasah” prosesi pemakanan di Desa Trunyan

Memaknai kata “mengubur” yang artinya memasukan sesuatu ke dalam tanah, karena prosesi pemakaman di desa Trunyan Bali ini tidaklah demikian, mereka hanya meletakan atau menidurkan jenasah ditanah yang sedikit ada cekungan. Sehingga pemakaman disana mereka beri istilah sebutan “mepasah”.

Penting untuk diketahui, tidak semua orang meninggal disana diprosesi dengan meletakan jenasahnya, hanya orang dewasa dan meninggal secara wajar saja dilakukan prosesi mepasah.

Oleh kerena itulah di desa Trunyan terdapat 3 pemakaman yang dibagi berdasarkan fungsinya yaitu:

  1. Setra Wayah atau Seme Wayah

Tempat pemakaman jenasah orang yang sudah dewasa dan meninggal secara wajar. Inilah yang menjadi topik pembahasan kita kali ini. Di setra wayah hanya tersedia 7 cekungan atau tempat meletakan jenasah. Ketika ada orang yang meninggal, mereka akan meletakan lagi ditempat jenasah yang paling lama, dengan cara melakukan upacara atau simplenya ijin kepada arwah yang sebelumnya menempati cekungan/tempat pemakaman itu.

Tulang belulang dan tengkorak akan di singkirkan dan ditempatkan di tempat khusus. Dilanjutkan kemudian meletakan jenasah baru ditempat itu.

  1. Setra Ngude

Tempat ini diperuntukan buat pemakaman anak-anak atau remaja yang belum menikah. Disini ada dua ketentuan atau tradisi yang mereka punya. Untuk anak-anak yang belum lepas gigi susunya, akan dikubur seperti layaknya ditempat lain di Bali yaitu di kubur dengan dimasukan ke dalam tanah.

Sedangkan untuk mereka yang sudah lepas gigi susunya, akan dimakamkan secara “mepasah” atau diletakan diatas tanah dengan dibatasi “ancak saji” yang terbuat dari bambu.

  1. Setra Bantas

Pemakaman yang dikhususkan untuk mereka yang meninggal dengan cara idak wajar atau belum waktunya. Seperti; kecelakaan, tenggelam, bunuh diri dan sejenisnya.

Prosesi pemakaman di Seme Bantas desa Trunyan ini, sama seperti pemakaman pada umumnya yaitu dengan cara dikubur dalam tanah.

Ketiga pemakaman atau setra tersebut lokasinya beredekatan satu dengan lainnya.

Desa Trunyan

 

Apakah di disana Mengenal Tradisi Ngaben ?

Jawabannya iya, tetapi tidak seperti pada umumnya, mereka tidak melakukan dengan cara pembakaran jenasah. Melainkan hanya symbolis yang di percikan air suci (tirta) sebagai sarana pembersihan arwah agar mereka bisa reincarnasi kembali.

Setelah selesai acara ngaben, sarananya tidak dibakar, melainkan ditenggelamkan ke danau, sebagai simbol pembersihan.

Dan ngaben disana hanya dilakukan untuk mereka yang meninggal pada usia dewasa atau sudah menikah saja. Dalam hal ini hanya untuk mereka yang dimakamkan di Setra Wayah.

Sedangkan untuk mereka yang meninggal masih muda atau anak-anak, tidak perlu melakukan prosesi ngaben, karena dianggap masih suci. Konon masyarakat di desa Trunyan meyakini bahwa mereka sangat disayang oleh tuhannya, sehingga tidak perlu reincarnasi lagi ke dunia.

| Baca disini: Tradisi Ngaben di Bali

Kehidupan Masyarakat Sehari-hari.

Seperti kita ketahui, desa Trunyan berada di lereng pegunungan atau perbukitan, tentunya sumber mata pencaharian masyarakat disana mayoritas sebagai petani sayur, karena lingkungan tanah yang subur sangat menunjang aktivitas ini.

Seiring perkembangan jaman dan tuntutan hidup yang lebih baik, ada beberapa dari mereka juga sudah mulai mengembangkan diri mereka menjadi pedagang bekerja di kota. Walupun tentunya masih sangat mengikuti aturan dan tradisi yang ada di desa Trunyan.

Dari cerita yang didapat, masyarakat desa Trunyan tidak diperbolehkan menikah dengan masyarakat luar desa, baik laki-laki maupun perempuan. Jika itu dilanggar mereka harus siap dikeluarkan dan tidak dianggap sebagai warga desa lagi.

Tertarik mengunjungi desa “horor” ini? Berikut panduan Lokasi dan cara akses menuju Desa Trunyan !

Desa ini terletak di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli – Bali. Masih berada dalam area objek wisata Penelokan Kintamani.

Letak desa dan kuburannya masih beresebelahan, namun dibatasi oleh jurang yang terjal, sehingga ketika ada orang yang meninggal di desa Trunyan, mereka harus menyeberang melalui danau dengan menggunakan perahu atau motor boat menuju kuburan.

Berkunjung ke desa Trunyan kita tidak akan menuju ke desanya, melainkan akan langsung ke pemakaman atau kuburan desa setempat.

Kita akan berhenti di desa Kedisan yang merupakan dermaga penyebrangan menuju desa Trunyan. Walaupun akses kendaraan sudah bisa sampai di desa trunyan, namun dari sana kita juga harus menyebrang menuju kuburannya.

Jarak tempuh dari kawasan wisata Kuta menuju desa Kedisan ini, kurang lebih membutuhkan waktu 2 jam dengan kendaraan.

Pada umunya wisatawan akan menyeberang melalui dermaga Kedisan, disana biasanya sudah tersedia motor boat menuju pemakaman desa trunyan. Dan juga sekaligus pemandunya.

Selanjutnya, menyeberang menuju kuburan membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.  Dan disana kita bisa start explore keuinikan Desa Horor ini.

| Mau tau Tentang: Tradisi Nyepi di Bali

Penting !!!

Tulisan ini adalah rangkuman dari informasi yang diketahui secara pribadi oleh penulis, yang berasal dari banyak sumber baik cerita langsung, buku, berita dan media lainnya. Dan jika ada pihak yang menyatakan informasi ini salah, mohon koreksinya.